Lekuk Tubuh Sebuah Tulisan

10 Min Read

Agar sebuah tulisan tersaji dengan rapi, ramping dan enak dibaca, ia harus dirangkai dengan pola urut-urutan tertentu. Pola urut-urutan ini disebut kerangka tulisan, yang pada dasarnya terdiri atas:

(1) Judul/Wajah yang mencerminkan tema,
(2) Lead (sapaan/pendahuluan) yang memancing minat dan gairah,
(3) Tubuh yang ramping dan dinamis, serta
(4) Penutup yang bergaya pamit.

Setelah semua bahan penulisan Anda kumpulkan, pasti ada satu yang paling menarik. Inilah yang kita jadikan pembicaraan utama. “Perihal”-nya kita pasang sebagai pemancing minat dalam lead, dan nanti kita ceritakan lebih jauh dalam tubuh tulisan. Kalau dapat, ”perihal” yang paling menarik ini kita expose secara besar-besaran dan kita ceritakan habis-habisan sampai tuntas. Tak ada lagi informasi lain yang menyisa. Point-point (atau perihal-perihal) yang lain tidak usah diceritakan panjang lebar, karena toh tidak menarik.

Judul itu = Iklan Lho !
Selain harus mencerminkan isi tulisan, judul mesti mampu menarik perhatian calon konsumen/pembaca. Sebab, siapapun yang akan membaca, pasti akan membaca judul lebih dulu. Sekaligus juga ingin tahu, apa gerangan yang akan disajikan dalam tulisan itu, setelah perhatiannya terlambat pada judul.

Kalau judul ini ternyata melempem, tidak menarik karena tidak mencerminkan apa-apa, pembaca tidak akan tertarik membaca tulisan itu lebih lanjut.

Intinya adalah kita harus mampu mengiklankan naskah kita lewat judul itu. Jadi karena itu berpikirlah tiga kali lebih keras dari sebelumnya saat benar-benar menetapkan judul. Bayangkan saja bahwa nasib naskah anda benar-benar 90% bergantung pada judul.

Karena itu bikin judul sebaiknya di akhir saja sesudah naskah selesai. Sebenarnya sih boleh-boleh saja ditulis sebelum mulai menulis. Keuntungannya paling tidak ini akan membantu kita mengarahkan ide utama tulisan tsb. Tapi sebaiknya anggap saja judul itu hanya untuk sementara. Yang benerannya nanti setelah naskah benar-benar selesai.

Untuk menciptakan judul yang bagus dijual (saleable), carilah dari seluruh isi tulisan kita itu beberapa kata kunci (keyword) lalu rancanglah paling sedikit tiga ide-judul, untuk dipilih salah satu yang paling jelas mencerminkan isi sekaligus paling “laku”. Ide-judul ini belum resmi sebagai sebuah kalimat-judul, melainkan baru focus pada ide-promosinya saja, sedangkan kalimatnya biarlah nanti diperbaiki lagi.

Sesudah memilih satu, kita tulis ulang lagi judul yang satu ini agar memenuhi tema. Itu dapat panjang (mula-mula), karena memang ingin menjelaskan isi tulisan yang bersangkutan. Tetapi kemudian kita ringkas lagi dengan kata lain yang lebih kena dan lebih menarik perhatian.

Tapi kita juga tidak boleh “terlalu ekstrem” menciptakan judul yang bersifat semu, atau yang kebangetan menipu pembaca, karena ingin sekali mengejutkan dan menarik perhatian, lalu tidak lagi mencerminkan isi sebenarnya.

Pada dasarnya, judul memang harus dibuat sependek-pendeknya (dalam arti ringkas), namun tetap harus jelas maknanya. Tetapi sebaliknya, judul yang terlalu pendek juga tidak akan mampu mencerminkan tema atau sinopsis isinya. Karena itu terpaksa kita kembangkan dulu. Kalau tidak mungkin (karena terpaksa mengorbankan kekhususan judul pendek), boleh juga membiarkan judul pendek itu tetap pendek, tetapi dengan ditambah sub judul dibawahnya.

Baik judul yang terlalu panjang, terlalu pendek, maupun yang kabur, tidak dikehendaki. Karena itu diperlukan pemikiran dan penulisan ulang beberapa kali dulu sebelum akhirnya ditemukan judul yang paling cocok.

Lead, Jatuh Cinta Pada Pandangan Pertama
Setelah tertawan oleh judul, minat para pembaca selalu akan tergugah oleh sapaan pertama (alinea awal) yang merupakan lead (pelopor/pendahuluan). Itulah wajah atau daerah paling depan yang akan membuat pembaca sudi masuk ke maksud utama penulis.

Karena itu, pada waktu membaca pendahuluan ini mereka berharap akan bertemu dengan hal-hal yang menarik. Kalau ternyata tidak berhasil, minat bacanya menurun.

Kapan bagusnya menulis lead? Apakah saat awal menulis? Saya punya saran bagus. Lupakan dulu teori lead yang sudah anda pelajari saat menulis. Ketika sedang menulis teruskan saja. Yang Penting semua gagasan dan fakta yang mau diungkap sudah tersampaikan.

Nah setelah selesai menulis, barulah mikirin lead. Carilah di sekujur tubuh tulisan kita itu content apa yang paling menggugah selera. Apa yang baru bagi kebanyakan orang? Apa yang tampak langka? Apa yang penting? Yang dilihat dan dicari content.

Apabila sudah ketemu ambil paragraph itu. Jadikan dia lead. Tentu kalimat dalam paragraph itu harus dipoles ulang. Dan tentu saja karena lead diambil dari bagian tengah tulisan, jadinya struktur naskah kita perlu ditata ulang. Mainkan copy paste. Pindahkan paragraf-paragraf sesuai keinginan anda. Mungkin jika agak sulit ambil kertas dan cobalah merancang ulang desain naskah itu. Saya suka menyebutnya rekayasa pikiran.
Apabila susunan naskah sudah anda sukai, barulah konsentrasi pada kalimat-kalimat yang ada. Buatlah agar tubuh tulisan benar-benar ramping dan menarik.

Tubuh Yang Ramping dan Penuh Aksesori
Karena hal paling menarik sudah ditulis dalam pendahuluan, sebenarnya tubuh tulisan hanya kebagian sisa-sisa perihal yang kurang menarik saja. Ini bisa jadi akan membuat tubuh tulisan agak melempem. Untuk menghindari hal ini … apa akal? Para penulis beken bilang poleslah alinea yang menyusun tubuh itu sedikit menarik.

Biasanya kan satu alinea terdiri atas beberapa kalimat. Kalimat pertama menegaskan “apa” (gagasan, gambaran, definisi) yang akan diceritakan. Kalimat kedua menjelaskan pengertian yang tersirat dalam kalimat pertama tadi, agar pembaca mempunyai gambaran yang lebih jelas tentang gagasan itu. Kalau dengan kalimat kedua masih dirasa kurang cukup menjelaskan materi pokok tadi, disusunlah kalimat ketiga yang harus dapat menjelaskan kedua kalimat sebelumnya itu agar pembaca mempunyai “a clearer picture” (gambaran yang jelas) tentang hal yang dituturkan itu. Begitu seterusnya, kalimat belakangan selalu menjelaskan kalimat sebelumnya. Tidak merupakan kalimat baru yang mencetuskan ide lain yang baru. Apalagi ide yang tidak ada hubungannya dengan kalimat-kalimat sebelumnya.

Kalau ada gagasan baru buat saja alinea baru. Tetapi jangan lupa selesaikan juga alinea sebelumnya sampai tuntas.

Alinea yang banyak dibaca ialah yang beruntun. Kalimat-kalimatnya saling berkaitan, menuju ke arah suatu gambaran tertentu yang gamblang (terang benderang).

Tubuh tulisan yang tersusun dari sejumlah alinea beruntun itu sebaiknya dibagi-bagi menjadi beberapa bagian, yang jumlahnya sesuai dengan materi (hal, topik, masalah) yang ada.

Supaya tulisan terasa lebih ringan, sebaiknya juga dibatasi jangan sampai terlalu panjang melebihi empat bagian. Memang boleh saja terdiri atas satu bab yang amat panjang, tapi tulisan semacam itu pasti melelahkan pembaca. Dan usaha menggugah minat baca yang sudah berhasil dilakukan oleh alinea pendahuluan sebelumnya jadi sia-sia, karena tubuh tulisan terlalu melelahkan.

Tiap bagian dari tubuh tulisan harus diberi judul bab sebagai pemisah. Selain memberi kesempatan pembaca agar beristirahat sejenak (pikirannya) sebelum meneruskan membaca, judul bab bertugas sebagai penyegar, pemberi semangat baca yang baru.

Tubuh tulisan akan terasa enak dibaca, kalau terasa lancar membacanya. Dan agar tercipta kelancaran ini, alinea-alinea yang membentuk bab atau bagian dari tubuh tulisan harus dinamis. Artinya harus cepat beralih ke topik berikutnya, kalau memang sudah waktunya beralih.

Itu berarti tidak boleh terlalu lama berhenti membicarakan sesuatu topik panjang lebar sehingga jalan cerita terasa lamban. Yah kadang terpaksa deh kita harus membuang ulangan kalimat, ulangan ungkapan, bahkan sering pula ulangan kata yang sama.

Tiap bagian dari tubuh tulisan itu sendiri sebaiknya dibatasi, jangan sampai terlalu panjang. Paling banyak sampai lima alinea saja. Bahkan yang masih terlalu banyak harus diringkas dulu sebelum dijadikan bagian yang terdiri dari atas lima alinea.

Sebuah tulisan akan mengesankan, kalau ia sudah dapat tamat dibaca dalam waktu lima belas menit. Waktu sesingkat ini tidak melelahkan pikiran untuk menyerap informasi.

Penutup Sebagai Pamit
Tulisan akan janggal rasanya, kalau ditutup dengan kata “penutup” (seperti makalah lokakarya). Meskipun tulisan itu harus ditutup dengan penutup, tapi lebih enak rasanya kalau tidak dikatakan terus terang dengan judul ”penutup”, melainkan langsung saja berupa alinea baru yang bergaya pamit dan terasa sebagai alinea akhir.

Gaya pamit biasanya bisa dihasilkan dengan menyelipkan kata “demikian”, “jadi”, atau “maka”. Kata “akhirnya” juga memberi kesan bahwa alinea ini bergaya pamit, asal diikuti dengan nada yang menurun.

Dengan merasakan gaya pamit itu, sebenarnya para pembaca juga sudah tahu bahwa sebentar lagi “perjalanan ke alam imajinasi melalui tulisan” itu akan berakhir tanpa perlu diumumkan segala. Karena pengumuman itu hanya akan mengganggu saja, kecuali mungkin pengumuman saya ini, “Terima kasih, sampai jumpa :)”.

______________
* Penulis: Nilna Iqbal

Share This Article