3 Kebiasaan Humas yang Bikin Jurnalis Emosi (Ups, Jangan Dilakukan, Ya!)

6 Min Read
photo by Madison Inouye on pexels

Hubungan antara PR dan jurnalis itu bagaikan dua sisi mata uang. Keduanya saling membutuhkan untuk bisa menjalankan tugasnya masing-masing. PR butuh jurnalis untuk menyampaikan pesan kepada publik, sementara jurnalis butuh PR untuk mendapatkan informasi yang akurat dan terpercaya.

Namun, dalam interaksi sehari-hari, nggak jarang terjadi kesalahpahaman antara kedua profesi ini. Hal ini biasanya disebabkan oleh beberapa kebiasaan PR yang bisa bikin jurnalis jadi greget. Nah, biar hubungan antara PR dan jurnalis tetap harmonis, yuk kita bahas 3 kebiasaan PR yang kerap mengganggu jurnalis:

1. Memberi Informasi yang Tidak Akurat atau Menyesatkan

Sebagai jurnalis, keakuratan informasi adalah hal yang mutlak. Mereka dituntut untuk menyajikan berita yang benar dan bisa dipertanggungjawabkan. Nah, bayangkan kalau seorang jurnalis menerima informasi yang tidak akurat atau bahkan menyesatkan dari pihak PR. Tentu saja ini akan membuat mereka kesal dan kecewa.

Contohnya, pernah ada seorang PR yang memberikan press release yang berisi data-data yang tidak sesuai dengan fakta lapangan. Ketika jurnalis mengkonfirmasi data tersebut, si PR malah mengelak dan tidak mau bertanggung jawab. Akibatnya, jurnalis jadi kehilangan kepercayaan dan enggan untuk bekerja sama lagi dengan PR tersebut.

2. Terlalu Banyak Menekan dan Menuntut

Jurnalis itu bekerja dengan deadline yang ketat. Mereka harus bisa mengumpulkan informasi, menulis berita, dan menerbitkannya dalam waktu yang singkat. Jadi, bisa dibayangkan betapa repotnya kalau ada PR yang terlalu banyak menekan dan menuntut.

Misalnya, ada PR yang terus-menerus menelepon jurnalis untuk menanyakan kapan berita tentang perusahaannya akan terbit. Atau, ada juga PR yang meminta jurnalis untuk menulis berita sesuai dengan keinginan mereka, tanpa memperhatikan kode etik jurnalistik. Tentu saja hal-hal seperti ini akan membuat jurnalis merasa terganggu dan tertekan.

photo by Madison Inouye on pexels

3. Tidak Menghargai Waktu dan Tenaga Jurnalis

Waktu dan tenaga jurnalis itu sangat berharga. Mereka harus bisa meliput berbagai peristiwa dan bertemu dengan banyak orang untuk mendapatkan informasi. Nah, kalau ada PR yang tidak menghargai waktu dan tenaga jurnalis, ini bisa menjadi sumber kekesalan yang cukup besar.

Contohnya, pernah ada seorang PR yang tiba-tiba membatalkan jadwal konferensi pers hanya beberapa jam sebelum acara dimulai. Atau, ada juga PR yang meminta jurnalis untuk datang meliput acara di luar jam kerja tanpa memberikan kompensasi yang layak. Tentu saja hal-hal seperti ini akan membuat jurnalis merasa tidak dihargai dan dirugikan.

Nah, itu tadi 3 kebiasaan PR yang kerap mengganggu jurnalis. Sebagai seorang PR, penting untuk selalu menjaga komunikasi yang baik dan transparan dengan jurnalis. Hindari kebiasaan-kebiasaan yang merugikan tersebut agar hubungan antara kedua profesi ini tetap bisa berjalan dengan lancar.

Selain 3 poin di atas, ada beberapa hal tambahan yang perlu diperhatikan oleh para praktisi PR:

  • Bangun hubungan yang baik dengan jurnalis sejak dini. Jalinlah komunikasi yang terbuka dan bersahabat dengan jurnalis.
  • Selalu memberikan informasi yang akurat dan terpercaya. Pastikan data yang diberikan bisa dipertanggungjawabkan.
  • Hargai waktu dan tenaga jurnalis. Jangan terlalu banyak menuntut dan selalu informasikan perubahan jadwal secepatnya.
  • Bersikaplah profesional dan beretika. Hindari segala bentuk tindakan yang bisa merugikan jurnalis.

Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, diharapkan hubungan antara PR dan jurnalis bisa terjalin dengan lebih baik. Kolaborasi yang harmonis antara kedua profesi ini akan menghasilkan pemberitaan yang akurat dan bermanfaat bagi masyarakat luas.

4. Kurang Responsive dan Sulit Dihubungi

Jurnalis itu bekerja dengan kecepatan tinggi. Mereka seringkali membutuhkan informasi secara mendadak untuk bisa memenuhi deadline. Nah, kalau seorang PR sulit dihubungi atau tidak memberikan respon yang cepat, ini bisa membuat jurnalis jadi kesal dan kewalahan.

Misalnya, pernah ada seorang jurnalis yang sedang mengejar deadline berita, namun ketika dia menghubungi PR terkait untuk konfirmasi beberapa informasi, PR tersebut tidak bisa dihubungi sama sekali. Akibatnya, jurnalis terpaksa menunda pekerjaannya dan berita tersebut berisiko tidak bisa terbit tepat waktu.

5. Terlalu Banyak Janji dan Sering Membatalkan Jadwal

Sebagai seorang profesional, penting untuk bisa menepati janji. Hal ini juga berlaku dalam hubungan antara PR dan jurnalis. Kalau seorang PR seringkali ingkar janji atau membatalkan jadwal secara mendadak, ini bisa membuat jurnalis merasa tidak bisa percaya lagi.

Contohnya, pernah ada seorang PR yang menjanjikan akan memberikan data tertentu kepada jurnalis pada waktu tertentu. Namun, pada kenyataannya, PR tersebut tidak memberikan data tersebut dan bahkan tidak memberikan kabar apapun kepada jurnalis. Tentu saja hal ini membuat jurnalis merasa dibohongi dan dirugikan.

6. Tidak Memberikan Feedback atau Apresiasi

Jurnalis itu juga manusia biasa yang membutuhkan apresiasi atas kerja keras mereka. Meskipun mereka bekerja dengan profesional, namun pujian atau ucapan terima kasih dari PR akan sangat mereka hargai.

Nah, kalau seorang PR tidak pernah memberikan feedback atau apresiasi kepada jurnalis setelah mereka menulis berita tentang perusahaannya, ini bisa membuat jurnalis merasa kurang dihargai. Padahal, sedikit ucapan terima kasih atau apresiasi saja bisa membuat hubungan antara PR dan jurnalis menjadi lebih baik.

Share This Article